22 kutipan favorit dari buku What I Talk about when I Talk about Running

Buku ini adalah salah satu dari buku best seller yang ditulis oleh Haruki murakami, seorang novelis kelahiran Jepang dan juga seorang pelari. Saya cukup lama menghabiskan buku setebal 197 halaman ini. Bukan hanya karena bahasannya mengenai berlari, topik yang cukup asing terdengar, namun karena dalam buku ini banyak sekali pemikiran penulis yang cukup kontemplatif dan penuh dengan filosofis yang mendalam. Meskipun di beberapa halaman kalian akan temukan cuplikan yang jenaka dan mengundang tawa.

Saat membaca buku ini, saya beberapa kali mengulang-ngulang, menandai kalimat-kalimat yang bernas terkadang browsing istilah-istilah baru yang saya temui. Saya pun berniat merangkumnya dalam tulisan di blog ini. Hitung-hitung sebagai pembayar hutang tidak menulis dalam waktu yang cukup lama.

Di bawah ini terangkum kutipan-kutipan favorit yang saya temukan dan tandai. Jika kalian juga pernah membaca buku ini, silahkan tambahkan di kolom komentar ya.

Pain is inevitable. Suffering is optional. Rasa sakit itu pasti. Penderitaan adalah pilihan. Katakanlah, kamu sedang berlari, lalu tiba-tiba berpikir, Ampun, ini sakit sekali. Aku sudah tidak kuat lagi. Di situ sakit yang kamu rasakan adalah bagian dari kenyataan yang tidak bisa dihindari, tetapi apakah kamu masih kuat atau tidak bergantung pada dirimu sendiri.

Bagi seorang kreator, motivasi adalah hal yang nyata dan tersimpan dalam diri, bukan hal yang memiliki bentuk atau tuntutan dari pihak lain.

Hal terpenting adalah bagaimana melampaui diri sendiri yang kemarin.

Selama berlari aku tidak perlu bicara dengan orang lain, sebaliknya juga tidak perlu mendengar pembicaraan orang lain. Cukup dengan menikmati pemandangan dan menjadikannya kesempatan untuk introspeksi diri. Kesempatan seperti ini adalah sesuatu yang tidak bisa diubah dan telah menjadi me time yang sangat berharga.

Akan tetapi, seiring dengan bertambahnya usia, sedikit demi sedikit aku memahami bahwa kepedihan ataupun sakit hati merupakan hal yang diperlukan dalam hidup.

 

Jadi, fakta bahwa aku adalah aku dan bukan orang lain merupakan asset terbesarku. Perkara sakit hati adalah harga yang harus dibayar seseorang untuk dapat menjadi mandiri di dunia ini.

Namun, kadang-kadang perasaan ingin sendiri itu, seperti zat asam yang tumpah dari botol, tanpa disadari merusak dan menghancurkan hati manusia. Bisa juga diumpamakan sebagai pedang bermata dua. Kesendirian melindungiku tetapi pada saat yang sama juga melukaiku dari dalam.

Terus terang, aku juga tidak berpikir punya kemampuan untuk mengelola usaha. Aku hanya berpikir jika gagal, tidak ada lagi yang tersisa, karena itulah aku harus berusaha mati-matian.

Aku mendapati bahwa-kecuali kamu masih muda-kita harus memiliki prioritas dalam hidup. Bagaimana membagi waktu dan tenaga kita untuk melakukan hal-hal sesuai urutan prioritas.

Aku ingin menulis hal-hal yang ingin kutulis dengan cara yang sesuai dengan yang kuinginkan dan jika hal itu memungkinkan diriku untuk memperoleh kehidupan yang normal, bagiku sudah cukup.

Pada banyak kasus, kekuatan fisik seseorang melemah seiring penuaan yang terjadi. Kalau kamu tidak berolahraga, otot-ototmu akan melemah secara alami, begitu pun tulang-tulangmu

Menyerah adalah hal terakhir yang ingin kulakukan. Aku mungkin akan berakhir dengan merangkak, tetapi aku akan tetap sampai ke garis finish dengan sisa tenagaku sendiri.

Ada tiga hal yang menyebabkan aku gagal dalam marathon kali ini. Kurang latihan lari. Kurang latihan lari. Dan kurang latihan lari.

Dinding pemisah antara kepercayaan diri yang sehat dan harga diri yang berlebihan memang cukup tipis.

Pada titik tertentu, aku menyadari kadang-kadang memang sulit untuk menghindar dari kekalahan kehidupan, kamu tidak bisa berada di jalur cepat (yang mulus) selamanya. Walau begitu, tetap saja aku tidak ingin melakukan kesalahan yang sama berulang-ulang. Hal terbaik yang bisa dilakukan adalah mengambil pelajaran dari kesalahan yang kulakukan dan meletakannya sebagai koreksi dalam latihan yang selanjutnya. Paling tidak selama aku masih memiliki kemampuan untuk melanjutkan cara hidup yang seperti ini.

Tidak ada jalan bagiku untuk mundur sekarang.

Namun setelah mencapai finis, tak berapa lama kemudian aku sudah lupa pada semua rasa sakit dan penderitaan yang kualami…

Aku hanya punya sedikit alasan untuk berlari, tetapi punya segudang alasan untuk berhenti. Semua yang perlu kulakukan hanyalah memoles yang sedikit itu dengan baik.

Mereka (atlet yang telah meninggal) selalu menjalani latihan berat seperti itu dan kini ke mana perginya pikiran, harapan dan mimpi-mimpi mereka setelah meninggal dunia. Apakah pikiran-pikiran manusia juga menghilang bersama (kematian)nya?.

Menjadi muda dan berbakat sama halnya seperti memiliki sayap di punggung.

Kebanyakan pelari berlari bukan karena mereka ingin hidup lebih lama melainkan ingin hidup sepenuh-penuhnya. Jika kamu ingin menjalani hidup selama bertahun-tahun, akan jauh lebih baik jika hidup dengan tujuan yang jelas dan hidup sepenuhnya daripada setengah-setengah dan aku percaya berlari membantumu untuk melakukannya. Memicu dirimu sepenuhnya hingga mencapai batas akhir kekuatanmu, itulah esensi berlari serta metafora untuk menjalani hidup.

Saat semakin tua, kamu akan belajar untuk bahagia dengan apa yang kamu miliki. Itulah salah satu sedikit hal baik dengan menjadi tua.

Ke dua puluh dua, kutipan ini tentu tidak cukup untuk menceritakan isi seluruh buku. Namun paling tidak, sari-sari pemikiran Murakami-san bisa teman-teman rasakan meskipun belum membaca buku ini. Jika tahun ini, salah satu resolusi kalian untuk menjadi lebih sehat, maka berlari bisa menjadi salah satu opsi yang bisa dikerjakan. Tidak ada kata terlambat untuk menjadi lebih sehat. Saya pun sedang mencobanya. Yuk, mulai berlari.

Leave a comment